Ketapang:KM – Ketapang pagi itu diselimuti semangat yang berbeda. Kamis, 24 April 2025, bukan sekadar tanggal dalam kalender. Di Aula Pendopo Bupati, suara tabuhan gendang dan langkah-langkah silat menyambut lahirnya sebuah gerakan baru: Barisan Pendekar Wira Utama.
Di tengah ruangan yang sarat dengan nuansa adat, berdiri sang bupati dengan tengkulas terikat rapi di kepala. Kain itu bukan sekadar hiasan. Ia adalah lambang martabat, harga diri, dan identitas.
Dalam suasana khidmat, sang bupati mengukuhkan para pendekar dengan pesan mendalam: jaga kehormatan, rawat tradisi, dan jadilah penjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur.


“Pengukuhan ini bukan hanya seremoni,” ucapnya lantang, “ini adalah komitmen bersama untuk menjaga budaya kita, jati diri bangsa yang sesungguhnya,” ungkap bupati.
Barisan Pendekar Wira Utama lahir bukan untuk memamerkan jurus. Mereka hadir sebagai penjaga semangat, sebagai simpul persatuan di tengah keberagaman. Ketika Jambore Pencak Silat sukses digelar untuk menyemarakkan HUT TNI, mereka tak hanya tampil sebagai pesilat, tapi juga sebagai penggerak budaya, menyatukan berbagai aliran dan komunitas dalam satu ikatan cinta tanah air.
Dalam setiap gerak silat, tersimpan filosofi kehidupan. Hormat pada guru, sopan kepada sesama, dan keberanian menghadapi tantangan tanpa kehilangan akal sehat. Nilai-nilai itu pula yang akan ditanamkan di padepokan beladiri yang tengah direncanakan.


Tempat itu bukan sekadar tempat berlatih, tetapi rumah besar tempat seluruh perguruan bertemu, berbagi, dan bertumbuh bersama.
“Ketapang ini rumah kita semua,” tutur sang bupati sembari mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk hadir dalam Halal Bihalal Kerakyatan, mempererat tali silaturahmi lintas suku dan agama.
Di tengah dunia yang kian tergesa dan modern, Ketapang memilih untuk melangkah dengan akar yang kuat. Dan para pendekar Wira Utama, dengan tengkulas di kepala dan nilai di dada, akan terus berdiri di garis depan, memastikan warisan budaya tak hanya dikenang, tetapi dihidupkan kembali.**