Ketapang:KM – Pemerintah Kabupaten Ketapang, melalui kolaborasi lintas sektor, menggelar kegiatan Sosialisasi dan Penajaman Strategi Implementasi Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) yang berlangsung di Aula lantai 2 Kantor Bappeda Kabupaten Ketapang, Selasa (29/7). Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mendorong percepatan terbentuknya lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, dan berpihak kepada anak di satuan pendidikan.
Acara ini diikuti oleh perwakilan enam satuan pendidikan dari jenjang TK dan SD yang menjadi pilot project pelaksanaan SRA di Kabupaten Ketapang. Keenam sekolah tersebut antara lain: RA Muhajirin, SDN 03 Delta Pawan, TK Idhata 1 Benua Kayong, SDN 03 Benua Kayong, TKN 02 Matan Hilir Selatan, dan SDN 01 Matan Hilir Selatan. Setiap sekolah mengirimkan kepala sekolah, perwakilan guru, dan unsur komite sekolah sebagai peserta.
Acara ini dibuka dengan sambutan Silverius Tasman R. Muda, selaku Regional Manager KREASI (Kolaborasi untuk Edukasi Anak Indonesia) wilayah Kalimantan dan Maluku. Dalam sambutannya, Silverius menyampaikan pentingnya membangun iklim positif di sekolah agar anak-anak merasa aman dan nyaman dalam proses belajar. Ia menekankan bahwa Satuan Pendidikan Ramah Anak bukan sekadar konsep, tetapi sebuah gerakan yang harus dijalankan bersama oleh seluruh komponen sekolah dan masyarakat.


“Sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi anak. Tidak boleh ada lagi kekerasan fisik, verbal, ataupun diskriminasi. Setiap anak harus mendapatkan haknya untuk tumbuh, belajar, dan berkembang dengan baik,” tegas Silverius.
Ia juga menekankan bahwa pendekatan ramah anak di satuan pendidikan tidak hanya menyangkut sarana dan prasarana, tetapi juga pada cara guru berinteraksi, pendekatan pembelajaran yang digunakan, serta keterlibatan aktif keluarga dan masyarakat.
Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan sambutan sekaligus pembukaan secara resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang, Dr. Ucup Supriatna, S.Pd., M.Pd. Dalam sambutannya, Dr. Ucup menyampaikan keprihatinan terhadap angka putus sekolah di Kabupaten Ketapang yang masih tinggi.
“Salah satu tantangan terbesar kita adalah masih banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan, karena berbagai alasan. Salah satunya adalah kondisi sosial ekonomi di mana anak-anak lebih memilih bekerja karena pengaruh lingkungan yang menganggap mudahnya mencari uang dibanding menempuh pendidikan,” ujar Dr. Ucup.
Ia juga menyoroti fenomena pernikahan usia dini yang masih tinggi di beberapa wilayah Kabupaten Ketapang. Fenomena ini menjadi ancaman serius terhadap pemenuhan hak-hak anak dan kelangsungan pendidikan mereka. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan meluncurkan sebuah program strategis bernama GARDA ATS (Gerakan Rangkul dan Didik Anak Tidak Sekolah).
“GARDA ATS ini kami gagas sebagai upaya kolaboratif antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa tidak ada lagi anak-anak yang tertinggal dalam pendidikan. Anak-anak yang tidak bersekolah harus dirangkul dan didampingi agar bisa kembali menikmati bangku pendidikan,” tambahnya.
Sesi berikutnya adalah pemaparan materi oleh Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (DSP3AKB), Apt. Albertin Tri Kurniasih, S.Si., ME. Dalam pemaparannya, Ia menjelaskan secara mendalam tentang konsep dan strategi implementasi Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) di sekolah-sekolah.


“SRA adalah pendekatan sistematis untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang inklusif, aman, sehat, dan menyenangkan. Di dalamnya terkandung nilai-nilai penghormatan terhadap hak-hak anak dan prinsip partisipatif. Sekolah harus bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan segala bentuk perlakuan yang merugikan tumbuh kembang anak,” jelas Ibu Asih.
Ia juga menekankan bahwa untuk menjadi satuan pendidikan ramah anak, diperlukan sinergi antar unsur pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, siswa, orang tua, hingga lembaga masyarakat. Perubahan paradigma sangat dibutuhkan, yakni dari pendekatan otoriter ke pendekatan yang lebih dialogis dan humanis.
Setelah rangkaian pemaparan dan sesi tanya jawab, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi kelompok antar peserta dari sekolah-sekolah pilot project. Dalam diskusi ini, masing-masing sekolah diminta menyusun rencana aksi SRA yang kontekstual dengan kondisi sekolah mereka. Rencana aksi ini diharapkan bisa mulai diimplementasikan hingga bulan November 2025 sebagai bentuk komitmen awal membangun satuan pendidikan yang lebih ramah anak.
Diskusi berlangsung aktif dan antusias. Para peserta saling berbagi pengalaman serta tantangan di sekolah masing-masing. Banyak peserta mengapresiasi kegiatan ini karena membuka wawasan dan memberikan strategi nyata dalam membangun budaya sekolah yang ramah anak.
Menumbuhkan Harapan Baru untuk Pendidikan di Ketapang
Melalui kegiatan sosialisasi dan penajaman strategi ini, Pemerintah Kabupaten Ketapang menunjukkan komitmennya dalam membangun sistem pendidikan yang berpihak pada anak. Satuan Pendidikan Ramah Anak menjadi pintu masuk untuk mengatasi berbagai tantangan pendidikan seperti kekerasan, putus sekolah, dan pernikahan dini.
Diharapkan, enam sekolah pilot project ini bisa menjadi role model bagi sekolah-sekolah lain di Kabupaten Ketapang dalam membangun ekosistem pendidikan yang berkeadilan dan berwawasan hak anak.
Ke depan, KREASI bersama Dinas Pendidikan dan DSP3AKB akan terus mengawal implementasi program ini melalui pendampingan teknis, monitoring, dan pelatihan lanjutan agar transformasi menuju sekolah ramah anak bisa benar-benar terwujud dan berkelanjutan.**